Kenaikan Yield Treasury Bond atau obligasi negara US ke 1.73% per tanggal 19 Mar 2021 dari posisi 1.45% awal bulan ini akibat dari perkiraan kenaikan inflasi di US sejalan dengan pengesahan paket stimulus jumbo US$ 1.9 triliun menyebabkan bursa saham regional tertekan. Tidak hanya saham saja, obligasi pun rontok karena investor asing memindahkan asset portofolionya kembali ke US dan sebagian lagi bersikap wait and see.
Inflasi di US per akhir Feb 2021 naik ke 1.7?ri 1.4% di akhir Jan 2021, dikhawatirkan tembus 2% sehingga memicu Yield obligasi naik agar suku bunga riil tidak negatif yang tentu saja tidak dikehendaki para investor. Yield masih trend naik walaupun Jerome Powell sudah mengeluarkan pernyataan bernada dovish bahwa penambahan M2 tidak serta merta menaikkan inflasi dan The FED masih akan melakukan Quantitative Easing (QE) dengan membeli obligasi hingga tahun 2023.
Pengaruh ke pasar obligasi Indonesia terlihat dari Infovesta Corporate Bond Index yang turun 0.08% MTD (Month to Date) dan Infovesta Government Bond Index yang jatuh 0.44% MTD. Sejalan dengan itu Infovesta Fixed Income Fund Index juga ambles 0.48% MTD. Apakah trend penurunan indeks obligasi masih akan berlanjut dan bagaimana investor perlu bersikap?
Sebenarnya Yield UST 10 YR diposisi 1.7% mirip dengan Yield tahun 2013 dimana The FED baru tahap awal mengetatkan suplai uang dan pasar modal baru jatuh tahun 2018 alias ada jeda 5 tahun. Jadi, ketakutan investor saat ini penulis anggap terlalu dini. Kondisi saat ini juga sangat berbeda dengan tahun 2013 maupun 2018. Saat ini keterpurukan ekonomi disebabkan pandemi dimana mobilitas dan animo beli masyarakat tertahan. Dengan mulainya vaksinasi maka sisi permintaan yang tertahan selama setahun lebih ini akan berjalan kembali seperti yang dilaporkan pada riset keluaran Hedge Fund terkemuka di US yaitu Blackrock. Hal ini didasari data kenaikan tabungan rumah tangga di US yang lebih tinggi US$ 1.8 triliun daripada tahun sebelum pandemic. Jadi kenaikan inflasi yang akan terjadi pertanda kebangkitan ekonomi dan tidak perlu terlalu dikhawatirkan.
Selain itu Yield obligasi negara jatuh tempo 10 tahun kita berada pada posisi 6.82?ngan inflasi Feb 2021 sebesar 1.38% YoY (Year on Year) maka riil yield masih 5.44% paling tinggi dibanding negara lain dengan rating yang sama. Besar kemungkinan setelah dana stimulus US dibagikan kepada masyarakat, daya beli mulai terangkat dan kepercayaan investor global pulih serta mencari tempat investasi yang lebih menguntungkan dengan mengalokasikan sebagian portofolionya ke negara berkembang yang pertumbuhan Produk Domestik Bruto-nya relatif tinggi seperti Indonesia.
Disaat harga obligasi tertekan merupakan kesempatan yang baik untuk menambah portfolio ke reksa dana pendapatan tetap yang memiliki kinerja baik dan stabil. Investamart menyediakan beberapa pilihan sesuai tujuan investasi dan profil resiko investor. Kinerja beberapa reksa dana periode dari awal bulan hingga 21 Maret 2021 dapat dilihat pada grafik terlampir.
Tampak Danamas Stabil menjadi juara dengan return +0.35% MTD dan risiko sangat rendah 0.22?ngan scoring Bintang 4 periode 6 bulan terakhir, sangat cocok untuk investor tipe konservatif. Namun disaat pasar obligasi naik, Danamas Stabil relative tidak bisa secepat reksa dana lainnya. Rangking kedua Trim Dana Tetap 2 +0.10% MTD dengan scoring Bintang 3- periode 6 bulan terakhir disusul Maybank Dana Pasti 2 +0.08% MTD dengan scoring Bintang 4- menjadikannya alternatif yang bisa dipilih selain Danamas Stabil.
Selain itu Sucorinvest Bond Fund yang walaupun hanya rangking 5 berpotensi naik signifikan saat pasar kembali recovery. Scoring Bintang 5 selama periode 6 bulan hingga 3 tahun membuat kami percaya hal itu. Happy Investing!